Jogja, Peristiwaterkini – Penerapan Sistem Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja (SMK3) di sektor konstruksi bukan hanya sebagai syarat administratif, tetapi telah menjadi kebutuhan mendesak untuk menciptakan lingkungan kerja yang aman dan sehat bagi semua pihak.
Hal itu disampaikan oleh Penjabat Wali Kota Yogyakarta, Sugeng Purwanto, saat membuka kegiatan Pembinaan Jasa Konstruksi dalam Mendukung Penerapan SMK3 yang digelar di 101 Style, Rabu (12/2/2025).
Ia menegaskan bahwa keberhasilan penerapan SMK3 dapat tercapai jika nilai-nilai keselamatan kerja telah membudaya di kalangan penyedia jasa konstruksi dan pekerjanya.
“Kegiatan ini diharapkan dapat meningkatkan kesadaran serta mendorong penerapan budaya keselamatan dan kesehatan kerja (K3), terutama di sektor konstruksi Kota Yogyakarta. Keselamatan kerja bukan hanya soal mematuhi peraturan, tetapi juga memperkuat kompetensi sumber daya manusia agar pelaksanaan K3 berjalan optimal,” ujar Sugeng.
Menurutnya, tantangan dalam membangun budaya K3 semakin kompleks di tengah dinamika perubahan dunia kerja, termasuk ancaman perubahan iklim dan kemajuan teknologi.
Risiko-risiko baru yang muncul perlu dimitigasi dengan baik agar tidak berdampak buruk terhadap kualitas hidup tenaga kerja dan produktivitas perusahaan.
“Jika risiko-risiko ini tidak dikelola dengan baik, dampaknya bisa signifikan, mulai dari meningkatnya biaya kesehatan hingga penurunan produktivitas. Karena itu, kami mengajak seluruh pemangku kepentingan untuk terus memperkuat kemandirian dalam berbudaya K3, dengan tujuan mewujudkan tempat kerja yang aman dan nyaman menuju zero accident,” katanya.
Sementara itu, Kepala Dinas Pekerjaan Umum Perumahan dan Kawasan Permukiman (PUPKP) Kota Yogyakarta, Umi Akhsanti, mengungkapkan bahwa di tahun 2025 dunia konstruksi akan menghadapi berbagai penyesuaian kebijakan, termasuk efisiensi anggaran dari pemerintah pusat.
“Walaupun volume pekerjaan menurun, kualitas serta standar pelaksanaan pekerjaan harus tetap terjaga. Penerapan SMK3 menjadi prioritas utama di setiap proyek konstruksi demi menjaga keselamatan para pekerja,” jelas Umi.
Perwakilan dari penyedia jasa konstruksi, Ali Basa, turut membagikan tantangan yang dihadapi di lapangan, terutama terkait kurangnya kesadaran pekerja akan pentingnya penggunaan alat pelindung diri (APD).
Meski sosialisasi dan penyediaan sarana sudah dilakukan, masih banyak pekerja yang enggan menggunakan APD lengkap.
“Sering kali kami menemukan pekerja yang belum terbiasa memakai APD saat bekerja. Di tahap awal memang harus dipaksa agar terbiasa, karena risiko kecelakaan kerja selalu ada,” ungkapnya.
Sugeng Purwanto berharap kolaborasi antara pemerintah, penyedia jasa konstruksi, dan pekerja terus diperkuat agar budaya K3 benar-benar terwujud, sehingga lingkungan kerja yang aman, sehat, dan produktif dapat tercapai di Kota Yogyakarta.